Pengambilan Keputusan RUU MK Ditunda
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI rencananya akan melanjutkan rapat kerja minggu depan setelah agenda Pengambilan Keputusan RUU Mahkamah Konstitusi (MK) batal diputuskan karena masih ada beberapa pasal krusial yang belum disepakati.
Rapat kerja yang dipimpin Ketua Baleg Igantius Mulyono dihadiri Menteri Hukum dan HAM dan Perwakilan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara rencananya (Senin 30/5) mengagendakan Pengambilan Keputusan RUU tentang Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya akan dibawa ke Sidang Paripurna untuk disahkan menjadi UU.
Dalam laporannya, Ketua Panja RUU MK Dimyati Natakusumah mengatakan, rapat Panja tanggal 23 November 2010, 31 Januari 2011, 7 dan 8 Februari 2011 berhasil menyelesaikan/menyetujui beberapa permasalahan yang sebelumnya terpending pembahasannya.
Adapun permasalahan yang telah disepakati dalam Panja tersebut adalah masa jabatan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi disepakati menjadi 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan, pendidikan hakim konstitusi disepakati berpendidikan linear, yaitu Strata 1 (Sarjana), Strata 2 (Megister) dan S3 (Doktor) di bidang ilmu hukum.
Selain itu hal lain yang telah disepakati adalah syarat minimal dan maksimal usia pengangkatan hakim konstitusi adalah 50 (lima puluh) tahun dan 60 (enam puluh) tahun. Penyelesaian perselisihan/sengketa kepala dan wakil kepala daerah disepakati untuk dikembalikan ke Mahkamah Agung, sehingga tidak lagi menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Komposisi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi disepakati terdiri dari lima orang anggota, yaitu terdiri dari satu hakim konstitusi, satu unsur dari Komisioner Komisi Yudisial, satu unsur dari DPR yang menangani legislasi, satu unsur dari Pemerintah cq Kemenkumham dan satu unsur dari Mahkamah Agung.
Dengan demikian, kata Dimyati, masih terdapat dua permasalahan yang belum disetujui/disepakati oleh Panja bersama Pemerintah, yaitu permasalahan yang terkait dengan mekanisme penggantian hakim konstitusi dan usia pensiun hakim konstitusi.
Terhadap dua permasalahan tersebut, selanjutnya dibahas dalam rapat Panja pada tanggal 18 Mei 2011 yang akhirnya berhasil menyepakati bahwa usia pensiun hakim konstitusi menjadi 65 tahun.
Sementara mekanisme penggantian hakim konstitusi yang menggantikan hakim yang diberhentikan/digantikan adalah melanjutkan sisa masa jabatan.
Dimyati menambahkan, setelah melalui pembahasan yang cukup mendalam, ke tujuh permasalahan yang krusial dari RUU tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah dapat diselesaikan.
Namun setelah dilakukan sinkronisasi antar materi muatan RUU ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menyempurnakan hasil pembahasan RUU tersebut diantaranya adalah bunyi Pasal 18 ayat (1a) yang menyebutkan bahwa “calon hakim konstitusi yang diajukan oleh Mahkamah Agung adalah hakim agung”. Diusulkan untuk dihapus untuk memberi keleluasaan Mahkamah Agung dalam mengajukan calon hakim konstitusi.
Pasal 23 ayat (1) huruf c, yang menyebutkan “hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat dengan alasan telah berusia 65 tahun”. Ketentuan ini tentunya akan membelenggu/mempersempit keleluasaan Mahkamah Agung mengajukan calon hakim konstitusi, karena hakim agung pensiun setelah berusia 70 tahun (ada selisih 5 tahun). Diusulkan kembali sesuai ketentuan dalam UU Nomor 24 Tahun 2003, yaitu 67 tahun.
Terkait perubahan Pasal 23 ayat (1) huruf c, tentunya akan berpengaruh terhadap batasan usia calon hakim konstitusi dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d, dimana ditentukan paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 60 tahun, Diusulkan menjadi paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun. (tt)foto:Ry